Walau hanya dalam mimpi…
Namaku Lena, aku anak tunggal
dari sebuah keluarga yang kini sudah hancur. Mama dan papaku bercerai sejak aku
duduk di kelas satu SMP. Entah apa yang mereka ributkan setiap hari, aku bosan
mendengar ucapan-ucapan kotor mereka setiap aku pulang sekolah. Awalnya aku memilih
ikut tinggal bersama mama, tapi melihat mama yang selalu pulang dengan om-om
setiap malam, aku jadi malu. Tak jarang pula aku melihat mama membawa banyak
barang-barang yang mahal. Padahal tidak mungkin mama dapat membeli semua barang
itu, karena mama hanya bekerja di sebuah restoran sederhana. Akhirnya sebulan
kemudian aku memilih pergi kerumah nenek di kampung sikamaya, sebuah kampung
terpencil di sisi timur jawa. disana aku melanjutkan sekolahku dengan
teman-teman kecilku. Aku dilahirkan dikampung ini, ketika umur 6 tahun aku
pindah ke semarang, karena papa di pindah tugaskan.
Aku melanjutkan
sekolah di SMPN 1 Sikamaya, biayanya tetap di tanggung papaku. Oh
ya, papaku sudah pindah kerja di Jakarta. Dia selalu mengirim uang pada ibunya
yang juga nenekku untuk keperluan biaya sekolah dan uang jajan. Tapi papa
jarang pulang untuk menengokku, malah aku dengar sendiri papa sudah punya pacar
baru. dan yang lebih parah, dia mengaku masih single pada pacarnya. Memang papaku masih terlihat muda meski umurnya
sudah menginjak 37 tahun. Dan aku kecewa, papa tidak menganggapku. Saat itu aku
merasa sebagai manusia yang paling malang, mamaku menjadi simpanan om-om dan papaku akan segera menikah dengan status
jejaka!.
Lalu aku harus berbuat apa? Aku butuh perhatian,
aku juga ingin mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuaku seperti
teman-temanku yang lain. Aku ingin papa yang mengambil raportku saat kenaikan
kelas. Tapi aku tidak mendapatkan itu, jika boleh memilih, aku tak ingin
dilahirkan ke dunia.
Pada saat terpuruk itulah aku
dekat dengan seorang laki-laki bernama Rendi. Rumahnya tak jauh dari rumah
nenekku. Dia kaka kelasku juga di SMP. Setiap hari kami bertemu dan makin
akrab. Dia sangat baik padaku, sampai-sampai aku lupa telah menjadi orang yang
tak di anggap oleh kedua orangtuaku. Kemudian benih-benih cinta mulai tumbuh di
antara kami.aku dan Rendi berpacaran dari kelas 2 SMP. Aku, layaknya remaja
yang lain, suka bermain dan berkumpul dengan teman-temanku. Teman-temanku yang
lain juga rata-rata udah punya pacar. Dan mereka tak jarang bolos sekolah. Aku
juga sama, seperti mereka. Aku dan Rendi sering bolos sekolah dan pergi ke
tempat dimana aku bisa berduaan saja dengan Rendi.
Waktu itu, Rendi mengajakku
kerumahnya yang sedang sepi. Ayah dan ibunya belum kembali dari pekerjaan
mereka di sawah. Rata-rata penduduk di kampungku memang bermata pencaharian
sebagai petani. Ria, adik Rendi sedang main dirumah bibinya. Jadilah hanya kami
berdua dirumah itu. Kami bercanda dan menonton tv di ruang tengah, tapi
tiba-tiba tangan Rendi mendekapku dan kemudian menciumku. Aku membalas
ciumannya dengan hangat, dan tangan Rendi mulai membimbingku ke kamar. singkat
cerita, kami melakukan hubungan *maaf* layaknya suami istri. Aku menikmatinya,
saat itu aku tak memikirkan akibat dari yang kulakukan ini, yang aku rasakan
hanyalah memiliki. Aku merasa utuh memiliki Rendi, aku bahagia bersama Rendi.
dan kami terus melakukan hubungan itu di rumah Rendi yang selalu nampak sepi.
Beberapa minggu kemudian,
perutku mulai tak bersahabat. Aku merasa mual dan ingin muntah, mukaku pucat.
Nenek sempat mengajakku ke bidan desa. Tapi aku menolak, aku bilang aku
baik-baik saja, hanya masuk angin. Aku tak begitu dekat dengan nenek, beliau
sibuk banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup kami. Karena uang yang
papaku kirimkan hanya cukup untuk biaya sekolah dan uang jajanku selama satu
bulan. Itupun di irit-irit. Karena itu, untuk makan sehari-hari nenek bekerja
sebagai buruh tani yang kerjanya dari subuh hingga sore hari dengan upah 15
ribu rupiah. Kakek bekerja sebagai pencari rongsokan yang penghasilannya pun
tak jauh dari 20ribu.
Sampai akhirnya aku terlambat haid 4 bulan.
Aku mulai khawatir, aku takut jika aku hamil diluar nikah. Padahal aku baru
masuk kelas 1 SMA, dan Rendi juga masih kelas 2 dan belum bekerja. Akhirnya
untuk memastikan aku hamil atau tidak, aku membeli alat tes kehamilan di
apotek. Dan hasilnya persis seperti yang aku khawatirkan. Positif!!!
“Ren, aku telat haid 4 bulan”kataku pada Rendi
saat kami bolos sekolah untuk yang kesekian kalinya.
“trus maksudnya apa?”
“kemaren aku beli alat tes kehamilan, dan
hasilnya positif. Aku juga udah pergi ke dokter kandungan dengan uang
tabunganku, dan ternyata aku udah hamil 3 bulan” jelasku
“apa?kamu hamil?! Trus gimana donk?! Kamu
gugurin aja deh. Aku belum siap jadi bapak yang harus menafkahi kamu dan anakmu
nanti!”ujar Rendi dengan suara kesal
“gugurin? Pake apa?kita ga punya uang untuk
aborsi atau beli obat buat gugurin kandungan”tegasku
“aarrrgghhh..!!!! yaudah nanti aku pikirin lagi
gimana baiknya!!”
Lama Rendi tak memberi
kejelasan akan hubungan kami, dan janin di perutku tak bisa menunggu
kepastiannya, perutku semakin membesar, meskipun tidak begitu terihat aku
sedang hamil, karena memang tubuhku agak gemuk dan usia kandunganku mulai
menginjak 5 bulan.
Nenek mulai aneh melihat
gerak-gerikku yang selalu memakai baju kedodoran. Padahal biasanya aku memakai
kaos ketat dengan celana pendek se-lutut.
“Len,kamu tumben pake baju yang kebesaran,,
emang bajumu udah pada ga muat ya?”
“lagi pengen aja koq nek. Abis Gerah pake baju
ketat.”
“ooh, yasudah,, trus bagaimana sekolahmu?”
Pertanyaan nenek itu sempat membuatku terkejut,
selama ini tak pernah lagi ada yang menanyakan tentang sekolahku, atau
teman-temanku.
“beres koq nek, semuanya baik-baik aja”jawabku
“syukurlah kalau begitu, kamu harus sekolah yang
rajin, biar bisa jadi orang (baca: sukses) ya, biar hidupmu tidak sengsara
seperti nenek yang Cuma lulusan Sekolah Rakyat”ucapnya.
Serasa tersambar petir
telingaku mendengar nasehat nenek barusan, aku menjadi sangat menyesal.
Seandainya nenek tau, keadaanku yang sudah hamil ini.
Di suatu sore, aku datang
menemui orangtua Rendi di rumahnya. Aku menceritakan perihal hubunganku dengan
Rendi, dan keadaanku sekarang. Mendengar pengakuan itu, mereka sempat tak
percaya, tapi setelah aku berikan alat tes kehamilan itu dan hasil usg dari dokter kandungan pekan lalu,
akhirnya mereka percaya. Dan mereka akan menyuruh Rendi untuk bertanggung jawab
atas perbuatannya. Setelah itu aku menceritakan semuanya pada nenek. Nenek
kaget bukan kepalang, matanya sempat basah karena airmata. Aku sedih, dan
merasa bersalah, tapi ini sudah terjadi. Akhirnya berita ini sampai juga pada
papaku, yang kala itu sudah menikah dengan pacar barunya beberapa tahun lalu. Papaku
juga sempat marah besar padaku dan mengancam tidak akan memberikan uang jajan
lagi. Tapi pada akhirnya, papa mengalah dan merestuiku untuk menikah.
Satu minggu kemudian aku
menikah dengan Rendi, tanpa ada pesta dan tamu undangan. Hanya acara ijab Kabul
yang dihadiri keluarga terdekat saja. Karena papaku ada di Jakarta dan tak bisa
pulang, pamanku yang menjadi walinya. Setelah menikah, Rendi tetap melanjutkan
sekolahnya di kelas 3, yang tinggal beberapa bulan lagi selesai.
Tiga bulan kemudian, anak
pertama kami lahir. Seorang bayi perempuan mungil dengan berat badan 3.2 kg dan
panjang 35cm. Alhamdulillah, ini anugerah terindah dalam hidupku. Seorang putri
yang kami beri nama “Lady ardiani”. Lady yang berarti Lena dan Rendi, dan
ardiani yang diambil dari nama belakang Rendi ardian. saat kelahiran putri kami
ini, Rendi juga baru saja menyelesaikan sekolah menengah atasnya. semakin
lengkaplah kebahagiaanku, ketika suamiku Rendi bekerja dengan para buruh
potong. Biarpun penghasilannya jauh dari cukup untuk mencukupi kebutuhan kami,
tapi aku bahagia karena rendi mau berusaha dan bertanggungjawab.
“Ya Tuhan, ampunilah segala dosa kami dimasa lalu,
mudahkanlah segala urusan kami, serta bimbinglah kami kedalam jalan-Mu yang
lurus…amiin” usai ku bermunajah, akupun
merebahkan tubuhku disebelah Lady. Indah rasanya malam ini,
damai dan hening, ku pandangi wajah putriku tercinta hingga aku menjelajah
dalam dunia mimpi yang begitu indah,,, memakai seragam abu-abuku,, dan bermain
bersama teman-teman sebaya…meskipun hanya dalam mimpi…aku tetap bahagia…
……Selesaai……
#cerita ini rekayasaku belaka...... diambil dari kisah seorang kawan yang kini bahagia dengan jalan hidup yang telah ia pilih... selamat menempuh hidup baru.... teman...:)
obat aborsi kudus
BalasHapusobat aborsi jepara
obat aborsi jateng
obat aborsi pati
obat aborsi jakarta
obat aborsi bekasi
obat aborsi karawang
obat aborsi tangerang
obat aborsi cimahi
obat aborsi jogja
obat aborsi bandung
obat aborsi surabaya
obat aborsi cimahi
obat aborsi bogor
obat aborsi bali
obat aborsi yogyakarta
obat aborsi medan
obat aborsi lampung
obat aborsi jambi
obat aborsi pekanbaru
obat aborsi tanjung pinang
obat aborsi pontianak
obat aborsi makassar
obat aborsi magelang
obat aborsi mojokerto
obat aborsi solo
obat aborsi malang
obat aborsi cilacap
obat aborsi asli